Asal Muasal Nama
Kota Makassar
Nama
Makassar sudah disebutkan dalam pupuh 14/3 kitab Nagarakretagama karya Mpu
Prapanca pada abad ke-14, sebagai salah satu daerah taklukkan Majapahit.
Walaupun demikian, Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallonna (1510-1546) diperkirakan
adalah tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan kota Makassar. Ia
memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di
muara Sungai Jeneberang, serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur
perdagangan.
Pada
abad ke-16, Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur,
sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Raja-raja Makassar
menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung
ke Makassar berhak melakukan perniagaan disana dan menolak upaya VOC (Belanda)
untuk memperoleh hak monopoli di kota tersebut. Masjid di Makassar (1910-1934).
Dalam
catatan sejarah kerajaan Gowa-Tallo, diceritakan Raja Tallo ke-VI Mangkubumi
Kerajaan Gowa, I Mallingkaang Daeng Mannyonri Karaeng Katangka, bermimpi
melihat cahaya bersinar dari Tallo ke segala penjuru kerajaan dan negeri
sekitarnya. Mimpi itu ia bawa selama tiga hari berturut-turut.
Dalam
buku ‘Peristiwa Tahun-tahun Bersejarah Sulawesi Selatan dari Abad ke XIV s/d
XIX’ karya Darwa rasyid MS. Tepat di malam Jum’at, 9 Jumadil Awal 1014 H atau
22 September 1605 M, di malam ketiga mimpi raja, sebuah perahu kecil berlabuh
di pantai Tallo.
Warga
keheranan melihat sesosok pria jubah putih di atas perahu tersebut. Pria itu
lalu menambatkan perahunya lalu melakukan gerakan-gerakan yang asing dipandang
warga. (Belakangan raja mengetahui itu merupakan gerakan sholat).
Di
malam yang gelap gulita, tubuh pria itu memancarkan cahaya menyilau ke segala
penjuru arah. Hal itu membuat warga gempar dan menyampaikan ke raja Tallo
tentang sosok pria misterius tersebut, saat besok paginya.
Mendengar
hal itu, Raja pun bergegas ke bibir panti Tallo. Belum sempat keluar istana,
sosok pria itu tiba-tiba muncul di hadapan raja, tepat di depan gerbang. Raja
pun sontak kaget dan melihat wajah pria itu sangat teduh, tubuhnya memancarkan
kilau cahaya.
Menurut
peneliti Balai Litbang Agama Makassar, Syamsurijal Adhan, pria yang masih
misterius itu menjabat tangan raja yang masih kaku melihat sosoknya. Usai
berjabat tangan, tangan raja Tallo tiba-tiba bertuliskan bahasa Arab yang ia
tak tahu artinya.
“Orang
tua itu lalu meminta agar tulisan tersebut diperlihatkan pada lelaki yang
sebentar lagi akan merapat di pantai,” kata Syamsurijal Adhan, saat ditemui
Okezone di kantornya, jalan AP Pettarani, Makassar.
Belum
sempat berkata-kata, pria itu menghilang seketika. Raja pun bergegas ke pantai
Tallo, mengikuti arahannya. Dan benar, seorang pria baru saja berlabuh di
pantai. Raja pun langsung mendatangi tamu barunya, pria itu bernama Datuk Ri
Bandang, ulama penyebar Islam asal Koto Tengah, Minangkabau (Saat ini berada di
Sumatera Barat)
Raja
Tallo lalu memperlihatkan tulisan Arab yang tertulis di telapak tangannya.
Datuk pun menjawab tulisan itu merupakan dua kalimat syahadat. Raja pun menjadi
takjub
Kedatangan
Datuk memang untuk mengajak raja Tallo agar menerima ajaran Islam. Pertemuan
kedua tokoh ini pun menjadi cikal bakal penyebaran agama Islam di Sulawesi
Selatan. Raja Tallo menerima ajaran Islam dan berganti nama menjadi Sultan
Abdullah Awaluddin Awawul Islam Karaeng Tallo Tumenanga ri Agamana. Agama Islam
pun menjadi agama resmi di kerajaan.
“Kisah
inilah yang menjadi awal mula nama Makassar. Diambil dari bahasa Makassar
‘Akkasaraki’ atau Menampakkan Diri. Hal itu berdasarkan pengalaman munculnya
sosok bercahaya dari pantai,” ujar Syamsurijal.
Pengalaman
‘penampakan’ cahaya putih itulah yang disebut ‘Akkasaraki’. Kisah ini membekas
kendati menjadi awal penerimaan Islam di masyarakat kerajaan kala itu. Dari
berbagai sumber catatan-catatan pedagang Portugis di abad ke 17, ‘Makassar’
dikenal sebagai pusat kota kerajaan Gowa-Tallo. Meski sempat berganti nama
menjadi Ujung Pandang, namun Pemerintah bersepakat mengembalikan nama Makassar,
karena punya akar historis yang kuat.
Apa
yang dimimpikan raja Tallo pun jadi kenyataan. Usai masuk islam, Kerajaan Gowa
Tallo, menjadi salah satu sebab utama penyebaran Islam ke penjuru kota dan
kerajaan di Sulawesi. ‘Cahaya’ Islam menyebar cepat hingga saat ini dapat
dirasakan, Islam merupakan agama mayoritas di Sulsel.
Sementara
Datuk Ri Bandang, bersama dia saudaranya Datuk Ri Tiro dan Datuk Sulaiman
tercatat dalam sejarah sebagai ulama yang berpengaruh besar, menyebarkan Islam
di Sulawesi Selatan. Hingga akhir hayatnya, Datuk Ri Bandang tak pulang lagi ke
Minangkabau. Datuk Ri Bandang wafat di kota Makassar, makamnya terletak di
jalan Sinassara, Kaluku Bodoa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.
Tidak ada komentar: